Kalau biasanya gue berbagi pengalaman ( yang sesekali dibalut dengan nada lirih hehe ), sekarang gue pengin review sebuah buku. Disclaimer dulu: gue enggak mau janji bakal rutin bikin review buku . Ya, karena gue tahu diri, gue kadang males buat segera menyelesaikan bacaan dan berbagi tentang ceritanya hehe. Jadi, mumpung mood -nya sedang mampir, dan kebetulan banget baru selesai baca bukunya, ya hayuk gue bikinin tulisannya. Monggo disimak, ya! *** Buku yang mau gue review kali ini adalah Suwung. Gue punya buku ini sejak zaman mahasiswa. Gue lupa sih untuk tahun persisnya. Mungkin circa 2012-2013. Waktu itu gue dan temen-temen di HMJ yang gue ikuti bikin acara sejenis roadshow . Di acara tersebut, kami mengundang Republika. Di tengah acara, ada beberapa mini quiz yang diberikan. Honestly , gue panitia sih di sana, tapi melihat kurangnya antusias peserta untuk ikutan di kuis tersebut, alhasil gue ikutan menjawab pertanyaan. Konsepnya bener-bener ngasal, dan modal nekat aja buat jawab
Terkadang kita hanya perlu merelakan, melepaskan apa yang memang tidak bisa kita pertahankan. Seperti: memilih untuk berbenah ketika jam kerja mau enggak mau akan memangkas waktu bekerja di hari tersebut. Tapi di sisi lainnya, ada hal baik yang juga terjadi. Mungkin hidup memang hanya tentang tukar-menukar perasaan. Jika hal yang tidak menyenangkan terjadi, ada kebahagiaan lain yang siap menanti giliran tuk hadir. Sebuah perasaan tidak benar-benar mutlak berisi penuh. Selalu ada perasaan lain yang juga ikutan menimbrung, seakan tidak mau ketinggalan tempat berbagi hati. Belakangan ini hati gue juga agak bercabang...rasanya. Tapi yang gue sadari semakin bercabang, semakin gue enggak mengenali perasaan itu. Terlalu bercampur ini dan itu, memenuhi setiap bagian yang kosong di dalam hidup, dan seketika menghambarkan semua rasa. Gue tiba pada sebuah fase tawar hati. Tidak optimis, namun juga tidak pesimis. Tidak berduka, tapi juga tidak bersukacita. Rasanya tawar dan padat. Enggan untuk di