2020 berlalu begitu cepat. Enggak terasa, ternyata udah masuk bulan Juli, dan artinya sudah resmi meninggalkan setengah bagian di tahun ini.
Mungkin buat sebagian orang, 2020 adalah tahun yang paling mencekam dan enggak ada asyiknya. Buat gue juga sih, sebenernya. Rasanya baru kemarin pindah kantor baru, merasakan dunia baru dengan jabatan dan tanggung jawab yang baru (ehm, plus gaji yang baru tentunya hehe), natal, tahun baru, banjir di tahun baru, dan tiba-tiba udah dalam adegan menimbun lemak di rumah sepanjang hari.
Bersamaan dengan rasa "enggak nyangka", gue juga enggak menyangka bahwa bulan ini adalah bulan ke 27 yang akan gue lalui. Itu artinya, gue sedang bersiap menuju angka 27. Wow, bisa dibilang tua gak sih? Hehehe. Anyway, sebagai usaha bagi-bagi-fakta, usia ke-27 adalah angka yang gue favoritkan sejak masa remaja. Entah kenapa, usia ke-27 tampak dewasa, pakem, dan matang.
Dulu gue sempat berpikir, di usia 27, gue akan menikmati masa sebagai wanita karier yang sibuk wara-wiri di gedung berbelas atau berpuluh tingkat, mengenakan high heels yang bunyinya memekakkan telinga, sembari beberapa kali sibuk mengecek lembaran kertas yang gue tampung di depan lift. Imajinasi itu selalu bermain dengan liar di kepala, seakan memaksanya untuk terbentuk secara nyata di dunia yang sesungguhnya gue jalani.
Nyatanya, menuju 27 gue memang sudah memenuhi salah satu imajinasi tadi, yaitu menjadi seorang wanita karier, namun tidak dengan deskripsi lanjutan yang menjelaskan sedemikian rupa. Kini gue menjadi seorang karyawati di sebuah startup dengan gedung minimalis yang kurang dari 10 tingkat. Setiap hari hanya mengenakan sneakers atau flat shoes sesekali. Oh ya, enggak ada lembaran kertas menumpuk yang gue tampung di depan lift. Ya, ya, ya, meskipun imajinasi gue sejak remaja tidak terealisasi sempurna, tapi setidaknya gue bangga dengan proses berpikir yang sudah gue asah sejak dini.
Eits tunggu, di sini permasalahannya bukan di imajinasinya. Masalahnya adalah, gue beneran menuju 27! Deg-degan enggak? Banget. Kenapa? Hemmm...
27 seakan menjadi alarm yang mengingatkan gue untuk menyeriuskan kehidupan menjadi perjalanan yang lebih positif dan berfaedah. Melihat pemandangan posting-an di media sosial yang kini mulai diisi oleh pasangan dan buah hati teman-teman semasa sekolah membuat gue tersadar, ternyata seiring bergulirnya usia, hidup ini jadi lebih menegangkan bak roller coaster.
Kalau dulu hanya berkutat dengan tugas karya ilmiah dan kerja kelompok, sekarang harus menyelesaikan kerjaan yang sering bikin jengkel karena maksa buat bergadang. Kalau dulu hanya mikirin kakak kelas yang gantengnya enggak ketolongan, sekarang harus memikirkan nasib klien yang bergantung pada kerjaan gue. Semakin dewasa, semakin banyak peran yang gue mainkan, dan semakin besar tanggung jawab yang gue panggul.
Lebih dari sekadar soal kerjaan, gue juga mulai menyadari sudah hampir 27 tahun juga hidup tanpa kekasih. :))
Anyway, perjalanan asmara gue bener-bener culun. Sebagai manusia sejati yang diciptakan Tuhan, tentunya gue memiliki perasaan suka, cinta, atau deg-deg-ser juga ke lawan jenis. Tapi, entah kenapa, tidak ada satupun yang berhasil. Hingga akhirnya gue menyadari bahwa menuju 27 hidup gue terasa monoton dan terlalu hitam-putih.
Tapi, apa iya se-datar itu?
Ternyata enggak.
Hingga gue menulis blog ini di usia 26, gue sudah melalui banyak peristiwa penting. Menapaki perjalanan yang mengharukan, penuh kebahagiaan, hingga rasa kehilangan, semua adalah kesempatan emas yang Tuhan izinkan hadir untuk mendewasakan. Mungkin, kalau enggak ada kisah mengharukan, gue enggak akan pernah belajar mensyukuri berkat Tuhan yang selalu berlimpah. Atau mungkin, kalau enggak ada kehilangan, gue juga enggak akan pernah belajar menjaga setiap berkat yang Tuhan kirimkan.
Pada akhirnya gue menginsyafi gejolak dunia yang tidak pernah terprediksi dan terduga. Kalau kemarin adalah kelabu, bisa jadi hari ini pink neon. Kalau hari ini adalah pink neon, bisa saja besok menjadi putih seperti burung merpati. Semua rasa yang mampir sudah berhasil membentuk gue menjadi pribadi yang ada saat ini. Meskipun tidak sama dengan pemandangan teman-teman bersama keluarga kecil nan bahagia, tapi gue punya buah hati lainnya berupa karya-karya yang bisa gue berikan untuk perusahaan dan juga masyarakat.
Jadi, menuju dua tujuh seharusnya tidak lagi menjadi momok yang menakutkan dan terlalu dikhawatirkan. Sudah menjadi berkat dan melengkapi lingkaran kehidupan insan lainnya dengan alur cerita yang positif tampak cukup untuk menemani perjalanan kehidupan selanjutnya.
Sesuai dengan judul, menuju 27: siap? Seharusnya jawabannya sudah ketebak dari cerita ini ya....
hai kak dutiiiiii
ReplyDeleteHalooo, There! Terima kasih udah baca yaaa :)
Delete