Kalau biasanya gue berbagi pengalaman (yang sesekali dibalut dengan nada lirih hehe), sekarang gue pengin review sebuah buku. Disclaimer dulu: gue enggak mau janji bakal rutin bikin review buku. Ya, karena gue tahu diri, gue kadang males buat segera menyelesaikan bacaan dan berbagi tentang ceritanya hehe. Jadi, mumpung mood-nya sedang mampir, dan kebetulan banget baru selesai baca bukunya, ya hayuk gue bikinin tulisannya. Monggo disimak, ya!
***
Buku yang mau gue review kali ini adalah Suwung.
Gue punya buku ini sejak zaman mahasiswa. Gue lupa sih untuk tahun persisnya. Mungkin circa 2012-2013. Waktu itu gue dan temen-temen di HMJ yang gue ikuti bikin acara sejenis roadshow. Di acara tersebut, kami mengundang Republika. Di tengah acara, ada beberapa mini quiz yang diberikan. Honestly, gue panitia sih di sana, tapi melihat kurangnya antusias peserta untuk ikutan di kuis tersebut, alhasil gue ikutan menjawab pertanyaan. Konsepnya bener-bener ngasal, dan modal nekat aja buat jawab. Eh, ternyata menang, hehehe.
Hadiah dari kemenangan aji mumpung tadi adalah buku Suwung. Gue yang notabene suka baca buku, ya udah pasti seneng banget ketika dapet buku itu pertama kali. Gue coba untuk baca buku ini di belasan lembar pertama, tapi rasanya enggak sreg. Sederhananya, gue enggak masuk aja ke jalan ceritanya. Belum lagi, gue berpikir alur dan pemilihan diksinya membosankan. Akhirnya sampai tahun 2021 gue biarin buku ini teronggok di rak buku. Sayang banget ya…
Entah ada angin apa, akhirnya gue mau membuka diri buat baca buku ini sejak bulan Mei 2021. Gue mencoba untuk baca perlahan. Tapi justru kesan kali ini berbeda banget dengan impresi pertama yang gue ceritakan sebelumnya. Gue tertarik dengan para tokoh yang terlibat, benang merah ceritanya, pemilihan kata dan dialog, dan akhir yang manis. Oke, gue coba review ya. (HAAAH, BARU MAU MULAI REVIEW?!)
***
Cerita dibuka oleh sebuah latar belakang seorang Irwan yang hidup bersama ibunya. Irwan punya 4 saudara (kalo enggak salah ya…), tapi dia merasa enggak punya siapa-siapa. Dia enggak deket dengan keluarganya. Pengalaman masa lalu yang buruk bersama ibunya pun semakin bikin dia “jauh” dengan sang ibu. Irwan sering mengalami rasa kosong, yang sulit ia penuhi dari siapapun.
Singkat cerita Irwan menikah dan tinggal di tempat yang baru, dan tentunya kali ini ia punya beban yang baru. Ya, berumah tangga udah pasti melibatkan tanggung jawab pada keluarga kecil, kan? Nah, Irwan tuh menurut gue cukup kuat karakternya. Sebagai “mini spoiler”, sebelumnya Irwan pernah terlibat di sebuah gerakan organisasi yang menguras pikiran dan air matanya (...dan gue). Setelah nikah, karena terbawa oleh keadaan, Irwan balik lagi ke gerakan perjuangan yang tipis-tipis dengan sebelumnya. Nah, dari gerakan tersebutlah yang membawa alur cerita ini mengalir.
Istrinya ditemukan mati dalam kondisi yang menyedihkan. Kenapa? Kok bisa? Misteri itu mesti elo baca langsung.
Setelah itu, tokoh-tokoh lain mulai dimunculkan. Ada Indra, Sulisati, Airin, Zaki, Norma, dan Brastagi. Mereka adalah sebuah lingkaran yang saling berkaitan. Sama seperti Irwan, gue juga menangkap rasa kosong yang juga dirasakan oleh beberapa di antara tokoh itu. Meski merasa kosong, tapi beberapa dari tokoh tersebut memiliki “bagian spesial” ketika bercerita dengan sudut pandangnya masing-masing. Awalnya terasa nyebelin. Tapi kelamaan gue ngerasa penulisnya lumayan detail dan itu membantu gue banget buat “lebih dekat” dengan para tokoh dan jalan ceritanya.
Meskipun begituuu, ada sebuah jalan cerita yang gue enggak suka, huhu. Ceritanya saat Irwan sudah menyerah dan memutuskan untuk melakukan hal yang enggak patut ditiru. Apa itu? Balik lagi, gue menyarankan kalian buat baca langsung aja bukunya hehehe.
Setelah baca buku ini, gue mulai mengevaluasi diri. Kenapa dulu gue bisa enggak suka baca buku ini, ya? Kenapa gue merasa “enggak nyambung”? Sekarang gue udah paham, bahwa ternyata kedewasaan seseorang akan berpengaruh pada caranya berpikir dan melihat banyak hal. Mungkin gue saat menjadi mahasiswa secara spontan belum menerima situasi berat yang ditawarkan jalan cerita di buku Suwung. Gue belum banyak mengenal orang-orang dengan karakter yang berbeda, dan permasalahan yang kompleks. Hal-hal itu bikin gue enggak terbiasa dengan kosakata dan dialog yang dimainkan. Sekarang di usia 27 otw 28 gue merasa cocok dengan segala permasalahan di buku ini. Ya, karena gue udah mengalami banyak hal dan bikin gue siap dengan dramanya.
Sebelum gue nutup blog ini, gue mau kasih nilai berdasarkan penilaian gue pribadi. Menurut gue, Suwung layak di poin 8.5/10. Meskipun buku ini udah jadul karena diterbitkan tahun 2012, dan mungkin agak susah untuk mencarinya, tapi gue merekomendasikan elo buat menyimak langsung drama yang dimainkan oleh penulis. Buku ini cocok buat elo yang lagi ngerasa kalut, punya masalah ini dan itu, dan sedang nyerah dengan keadaan.
Sebagai penutup, gue mau berbagi pesan moral yang gue serap dari buku ini.
“Kosong dalam kehidupan adalah kewajaran.
Tapi bertahan atau tidak adalah keputusan.”
Donasi untuk traktir saya kopi:
https://sociabuzz.com/dutijulian/tribe
Comments
Post a Comment