Skip to main content

Stargazer-kah Aku?


Barusan gue nyoba ikutan tes kepribadian di salah satu web. Bukan 16personalities.com, tapi sejenis dengan itu. Coba deh buka link-nya di sini! Bedanya pertanyaan di web tersebut lebih kompleks dan jawabannya menggunakan gambar. Jadi, semacam memilih gambar yang paling sesuai dengan jawaban kita. Hasilnya, gue adalah si stargazer yang santai dan suka bermimpi. 





Gue jadi refleksi diri sendiri sih setelah itu. Jadi mikir lagi, apa bener kalo gue se-santai itu ya? Tapi ternyata setelah gue mikir lagi, kayaknya sih emang bener, gue santai banget. Beberapa orang notice dengan karakter gue ini dan suka ngingetin untuk lebih ambisius atau bersemangat dalam menjalani aktivitas. Gue semangat, tapi taraf semangatnya yang mungkin enggak keliatan menonjol buat orang lain. Sementara untuk ambisius, kadang gue masih suka mikir sih, ambisius tuh untuk apa ya? Karena gue selalu percaya, untuk ngedapetin sesuatu, ya lo harus kerja keras. Dan ya udah. Ambis tuh apa sih? Gue malah balik nanya. Anyway, ya intinya gue santai karena gue tahu semua hal udah diatur sama Tuhan. Gue cukup mengerjakan bagian gue, dan bermimpi tipis-tipis, ya kadang ketebelan sih hehehe.


Hem, tuh kan gue jadi mikir, selama 27 tahun, pencapaian gue udah apa aja ya? Bahas soal pencapaian, panjang nih urusan. Karena setiap orang punya pencapaian masing-masing. Dan, apa yang sudah didapatkan oleh seseorang nggak bisa kita sama ratakan dengan apa yang telah kita dapatkan. Intinya, pencapaian setiap orang beda-beda.


Gue pernah diwawancara di salah satu media online, dan pewawancara ini nanya gue. “Selama kamu  jadi wartawan, pencapaian apa yang paling besar, yang pernah kamu terima?”


Gue diem. Mikir. Namanya juga interview, gue ga mungkin jawab sembarangan. Tapi mungkin yang kebaca gue bingung jawabnya kali ya… Terus si interviewer ini nanya gue lagi, tapi lebih ke arah mempertegas dan mengarahkan pertanyaannya. “Pencapaian misal kamu ketemu sama presiden. Atau kamu pernah wawancara orang-orang besar, menteri mungkin, atau pengusaha?”


Gue lucu sih dengerinnya, karena gue semacam diarahkan untuk mengategorikan pencapaian adalah hal-hal tadi. Sementara buat gue beda.


Buat gue, pencapaian yang sudah gue terima setelah menjadi wartawan yang emang belum lama, gue bisa ketemu banyak orang. Orangnya beda-beda. Gue bisa ketemu orang yang dalam tanda petik hebat, sampai orang yang beneran hebat. Bertemu mereka yang duduk anteng di ruangan ber-AC sambil tiduran dan bukan dengerin rapat, sampai bertemu mereka yang harus kerja keras demi mendapatkan beras 1 centong. Dan pernah menjadi perpanjangan lidah bagi mereka yang enggak punya kuasa lebih untuk berbicara dan jadi perpanjangan tangan bagi mereka yang tidak bisa sampai di tempat tujuan menyampaikan keluh dan beban, buat gue adalah pencapaian terbesar yang sangat berharga. 


Sekarang gue jadi lebih bersyukur sih. Ternyata di balik jalan hidup yang emang enggak mulus, ada banyak ya hal-hal yang bisa gue nikmati dan syukuri. Gue yang emang selalu santai menjalani apapun, nyatanya masih dikasih kesempatan sama Tuhan untuk merasakan hal-hal besar meski tanpa embel ambisius di baliknya. Lagi lagi, ambisius apaan sih? Hahahaha.


Yang jelas, bersyukur tuh penting banget. Bersyukur menjadi sebuah cara yang paling sederhana untuk mengiyakan kebaikan Tuhan yang luar biasa. Manusia emang rajanya suka banget meniadakan berkat yang sudah diterima. Rasanya selalu kurang aja. Padahal kalo dihitung satu-satu juga banyak yang kelewat pasti. Hem, jadi mikir. Sampai hari ini udah mensyukuri apa aja ya?

Comments

Popular Posts

Review Novel Suwung: Tentang Kekosongan yang Usai

Kalau biasanya gue berbagi pengalaman ( yang sesekali dibalut dengan nada lirih hehe ), sekarang gue pengin review sebuah buku. Disclaimer dulu: gue enggak mau janji bakal rutin bikin review buku . Ya, karena gue tahu diri, gue kadang males buat segera menyelesaikan bacaan dan berbagi tentang ceritanya hehe. Jadi, mumpung mood -nya sedang mampir, dan kebetulan banget baru selesai baca bukunya, ya hayuk gue bikinin tulisannya. Monggo disimak, ya! *** Buku yang mau gue review kali ini adalah Suwung.  Gue punya buku ini sejak zaman mahasiswa. Gue lupa sih untuk tahun persisnya. Mungkin circa 2012-2013. Waktu itu gue dan temen-temen di HMJ yang gue ikuti bikin acara sejenis roadshow . Di acara tersebut, kami mengundang Republika. Di tengah acara, ada beberapa mini quiz yang diberikan. Honestly , gue panitia sih di sana, tapi melihat kurangnya antusias peserta untuk ikutan di kuis tersebut, alhasil gue ikutan menjawab pertanyaan. Konsepnya bener-bener ngasal, dan modal nekat aja buat jawab

Senandika Pagi Hari

Pagi ini agak sendu memang. Matahari tak terlalu narsis, bahkan mungkin cenderung minder. Jalan lumayan lapang. Sampai di stasiun, memasuki gerbong kereta yang penuh mau tidak mau membuat gue harus berdiri. Namun belum sampai dua menit, seorang laki-laki memberikan tempat duduknya untuk gue. Manis sekali. Kemudian gue melanjutkan mendengarkan musik dari ponsel. Kembali ke Awal by Glenn Fredly pun mulai mengalun di telinga. Seketika teringat dengan laki-laki yang pernah amat berkesan 4 hingga 5 tahun lalu. Sudah biasa saja kalau tiba-tiba teringat olehnya. Seperti kata pepatah, orangnya mungkin pergi, namun kenangan akan tetap tinggal. Seketika teringat dengan pertanyaan salah satu sahabat semalam. "Gimana kalau emang akhirnya kalian berjodoh?" Gue terdiam. Kemudian menyadari, di hadapan gue sudah tersaji burger yang mulai dingin. Tanpa kata, gue menggigit  burger itu dengan rakusnya. Tentu sambil berpikir, apa jawabannya. Malam tadi gue tidak menjawab apapun. Hari ini g

Senggol Gemas

Hari ini gue masuk rumah sakit. Engga engga, bukan karena sakit maag atau tipes kayak penyakit gue pada umumnya. Tapi, gue kecelakaan. Loh, kok bisa? Jawabannya, ya bisa aja. Jadi tadi kejadiannya bermula ketika gue naik salah satu ojek online alias ojol, dari Stasiun Manggarai ke kantor yang berlokasi di Tebet, Jakarta Selatan. Udah biasa banget lah pokoknya naik ojol ke sana. Udah mau nyampe nih, persis banget di depan kantornya, mau belok kanan, karena kantornya berada di kanan, sementara arah ojol gue dari Stasiun Manggarai itu di bahu kiri jalan. No , no , gue engga lawan arus. Tepat pada posisinya. Karena di sebelah bahu kanan jalan itu arah pulang ke Stasiun Manggarainya, begitu. Long story short , tiba-tiba banget BRAK! Punggung gue bunyi. Gue mikir dulu tuh, apaan ya tadi? Tiba-tiba kok sakit? Kok punggung jadi kaku? Dan gue lihat di depan gue, ada pengendara sepeda motor yang udah gegulingan dari motor, ditambah semarak kilatan besi kerangka motornya yang mengad

Menuju 27: Siap?

2020 berlalu begitu cepat. Enggak terasa, ternyata udah masuk bulan Juli, dan artinya sudah resmi meninggalkan setengah bagian di tahun ini. Mungkin buat sebagian orang, 2020 adalah tahun yang paling mencekam dan enggak ada asyiknya. Buat gue juga sih, sebenernya. Rasanya baru kemarin pindah kantor baru, merasakan dunia baru dengan jabatan dan tanggung jawab yang baru (ehm, plus gaji yang baru tentunya hehe), natal, tahun baru, banjir di tahun baru, dan tiba-tiba udah dalam adegan menimbun lemak di rumah sepanjang hari. Bersamaan dengan rasa "enggak nyangka", gue juga enggak menyangka bahwa bulan ini adalah bulan ke 27 yang akan gue lalui. Itu artinya, gue sedang bersiap menuju angka 27. Wow, bisa dibilang tua gak sih? Hehehe. Anyway , sebagai usaha bagi-bagi-fakta, usia ke-27 adalah angka yang gue favoritkan sejak masa remaja. Entah kenapa, usia ke-27 tampak dewasa, pakem, dan matang.  Dulu gue sempat berpikir, di usia 27, gue akan menikmati masa sebagai wanita k

Cerita Kala Macet di Ibukota

Aku benci kemacetan. Membuang waktuku duduk di jok kendaraan berlama-lama, menyita ria yang tadinya sempat singgah. Bahkan mengunyah roti dan meneguk air pun tak menjadi cara memecah penuhnya jalan ibu kota. Aku selalu heran dengan manusia di perkotaan. Menghabiskan waktu ditemani asap kendaraan, berlagak baik pada diri sendiri dengan masker berwarna-warni. Halo kamu, sungguh, masih sesak dadamu. Aku dengarkan sekali lagi musik yang berdendang di telinga. Beragam penyanyi, beragam nada, dan beragam kisah. Lalu tak sengaja mengalun lagu tentang dia yang sudah lama ku ikhlaskan. Nyatanya melepaskan tak sama dengan melupakan. Ia akan tetap menjadi memori yang terus berjalan bak putaran adegan dalam film. Hanya saja akhirnya sudah ku ketahui. Pupus.